Rumah Beton Puri Kokoh Kebut Pembangunan

RUMAH BETON: PT KAN mempercepat pembangunan rumah beton yang dibangunnya. Targetnya tiap minggu bisa membangun empat unit guna memenuhi kebutuhan rumah siap huni yang terus meningkat sebelum ada kenaikan harga
SURABAYA – Kian melambungnya biaya produksi dan operasional pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) membuat kalangan pengembang kian ogah membangun rumah bersubsidi alias rumah murah yang notabene harganya dipatok pemerintah.
Namun tidak bagi PT Kokoh Anugerah Nusantara (KAN) yang membangun perumahan Puri Kokoh di Trenggumung, Puri Mojokerto. Pembangunan rumah dengan konsep rumah full beton ini justru mengebut pembangunan karena permintaan yang terus meningkat.
“Dari 165 unit yang dibangun, 75 unit diantaranya untuk rumah subsidi dengan harga Rp 165 juta.Lma unit khsusus untuk rumah bagi yang membutuhkan dengan harga khusus, salah satunya untuk media, buruh, penjaga sekolah dan profesi lainnya yang membutuhkan,” kata Kan Eddy, Owner dan Direktur Utama PT KAN.
Eddy menjelaskan dari sisa 85 unit rumah yang dibangun untuk komersial dan komersial plus wirausaha. Untuk harga rumah, bulan Desember ini sudah ada kenaikan disesuaikan dengan naiknya bahan baku imbas dari kenaikan BBM.
“Meski harga naik, tidak akan mengurangi kualitas dari bahan bangunan dan spesifisikasi yang sudah ditetapkan. Targetnya tiap minggu bisa membangun 4 unit rumah. Bisa dilakukan karena kita memiliki cetakan rumah, sehingga cepat untuk proses pembangunan kerangkanya,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan sebelum kenaikan harga BBM, pengembang juga sulit mendapatkan tanah dengan harga yang sesuai untuk pembangunan rumah murah.
“Kenaikan harga BBM diperkirakan berimbas pada kenaikan harga bahan bangunan yang akan memperbesar biaya produksi. Hal ini tentunya akan memukul sektor perumahan khususnya rumah murah,” kata pengamat properti Ali Tranghanda.
Berdasarkan survei yang dilakukan Indonesia Property Watch, dari sebanyak 10 pengembang yang dipantau membangun rumah murah, saat ini hanya dua proyek yang bertahan melanjutkan rumah murah.
Hal itu, menurut dia, juga karena masih banyak rumah stok yang belum terjual. “Naiknya harga bangunan nantinya akan memperburuk peran swasta dalam penyediaan rumah murah. Dengan kondisi seperti ini seharusnya pemerintah tidak tinggal diam,” tegasnya.
Ia menyatakan dengan target 200.000 unit rumah per tahun, seharusnya bukan swasta yang membangun rumah murah melainkan pemerintah sebagai penanggung jawab utama. Pemerintahharus hadir sebagai penyedia rumah rakyat di saat swasta tidak mampu lagi menyiapkannya.
“Pembangunan infrastruktur yang menjadi andala pemerintah tahun 2015 seharusnya juga memperhatikan kesediaan sarana dan prasarana yang nantinya akan memberikan stimulus bagi pengembang untuk dapat membantu membangun rumah murah,” katanya. Imm